Nagari Tuo Pariangan

Semilir angin berhembus pelan membelai batang padi. Sawah terhampar luas sejauh mata memandang. Bertingkat-tingkat sawah yang mulai menguning itu.

Dari pinggir jalan, tampak tulisan Nagari Tuo Pariangan. Ketika memasuki jalan kecil itu, sungguh terasa kental budaya Minangkabau. Masyarakatnya ramah, juga dapat dilihat keaslian bentuk desa adat yang mencerminkan kehidupan sosial Minangkabau seperti Balairung Sari Tabek (rumah gadang tertua di Minangkabau), masjid tuo (masjid tua), Rumah adat, Lumbung padi yang merupakan unsur pokok dari suatu kelompok sosial orang Minangkabau. Adapula batu gadang kemudian satampang baniah, batu tigo luhak, kuburan panjang dan objek wisata air panas nagari tuo pariangan.

Sumatera Barat sungguh kaya dengan objek wisatanya, baik wisata alam, maupun wisata budaya. Jika gemar berwisata budaya, Nagari Pariangan ini adalah salah satu objek yang patut dikunjungi. 

Pariangan merupakan desa tertua di Minangkabau. Menurut Tambo Minangkabau Pariangan merupakan nagari tertua di ranah Minang. Pariangan merupakan nagari di kecamatan Pariangan, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat. Nagari ini terletak di lereng Gunung Marapi pada ketinggian 500-700 meter di atas permukaan laut. Menurut wikipedia, Pariangan memiliki luas 17,92 km².

Nagari Pariangan berada di tepi jalan yang menghubungkan Kota Batusangkar dan Kota Padang Panjang. Nagari tua ini hanya berjarak sekitar 100 m dari jalan raya yang menghubungkan kedua kota tersebut. Dari Kota Padang, Nagari Pariangan dapat dikunjungi dengan menggunakan bus, jasa travel, atau mobil sewaan dengan waktu tempuh sekitar 2 jam. Bila menggunakan bus, ongkosnya sekitar Rp 20.000-Rp 25.000 per orang. Sedangkan dari Kota Batusangkar, Ibu Kota Kabupaten Tanah Datar, Nagari Pariangan dapat dicapai dengan naik bus, minibus, atau ojek dengan waktu tempuh sekitar 20 menit.

Di Nagari Pariangan ini terdapat bermacam khas Minangkabau. Di nagari ini masih terjaga dengan baik rumah adat tradisional yang disebut rumah gadang. Di Pariangan, juga masih dijumpai surau, yang masih menjadi tempat tinggal komunal untuk pria yang belum menikah. Dan pada bagian tengah dari nagari ini masih berdiri sebuah masjid tradisional yang cukup besar yang diperkirakan sudah ada di awal abad kesembilan belas.

Tak jauh dari masjid tersebut terdapat tempat mandi umum berair panas yang masih digunakan sampai sekarang. Air panas ini mengandung sulfur yang sangat bermanfaat untuk kesehatan kulit. Pada umumnya, masyarakat Pariangan masih menggunakan air panas ini untuk mandi dan mencuci.

Selain pemandian air panas, juga terdapat beberapa peninggalan sejarah, seperti kuburan panjang. Menurut ceritanya, kuburan panjang ini merupakan kuburan Dt. Tantejo Gurhano. Kabarnya, tidak ada orang yang pas mengukur panjang makam yang membujur dari arah utara ke selatan. Ada yang mengatakan panjangnya 24 meter, ada pula yang mengatakan 29 meter. Melihat kondisi areal makam yang di kanan-kirinya ada beberapa buah batu sandaran, menurut masyarakat sekitar, dulunya di tempat tersebut tempat musyawarah terbuka yang dikenal dengan medan nan bapaneh. Tantejo Gerhano juga dikenal sebagai orang sakti. Dia dikenal pula sebagai arsitek Minangkabau pertama yang membuat Balai Adat.

Di nagari ini terdapat pula prasasti kuno peninggalan raja-raja pada masa Kerajaan Minangkabau yang berpusat di Pagaruyung. Ada beberapa prasasti yang masih utuh yang dapat dijumpai di nagari tersebut, seperti Prasasti Pariangan, Batu Tigo Luak, dan Menhir. Prasasti tersebut sudah berumur cukup lama bahkan menjadi saksi perjalanan sejarah masyarakat Pariangan dari zaman megalitikum hingga kini. Batu dan prasasti tersebut tetap utuh di tempatnya semula, Namun, akibat perubahan cuaca dan kurangnya perawatan, permukaan batu dan prasasti mulai memudar, warnanya berubah dan berlumut.

Jika berkunjung ke Nagari pariangan, wisatawan dapat menikmati panorama alam seperti Bukit Sirangkiang dan Pintu Angin. Dari kedua bukit tersebut, kita dapat melihat hamparan petak-petak sawah yang memesona. Nagari yang indah dan kampung dimana aku berasal.


Tidak ada komentar:

Warta Loka | Seribu Satu Catatan Dalam Dunia Penuh Warna
© All Rights Reserved | Best View With Mozilla Firefox