Ikan Sakti Sungai Janiah

Sungai Janiah di Nagari Tabek Panjang, Kecamatan Baso, Agam - Sumatera Barat, sudah lama terkenal memiliki legenda “ikan sati” atau ikan sakti. Di lokasi yang terletak 3,5 km dari sebuah simpang sebelum Pasar Baso di tepi jalan raya Bukittinggi-Payakumbuh atau 30 Km dari Batu Nan Limo, kini dijadikan objek wisata. Sungai Janiah bukanlah sebuah sungai berair jernih, tapi hanya sebuah kolam ikan di belakang sebuah mesjid yang airnya tidak jernih.

Para pengunjung ke sana hanya datang untuk melihat ikan-ikan yang meliuk berenang kian-kemari. Penduduk di sana tidak ada yang tahu jenis ikan yang rata-rata panjangnya setengah meter hingga yang kecil 10 cm. Ikan-ikan tersebut berwarna gelap, berbadan ramping dan panjang.

Orang-orang di sana hanya tahu ikan-ikan tersebut sakti dan sudah ada sejak zaman dulu. Penduduk sekitar memiliki legenda bahwa nenek moyang ikan di sana berasal dari seorang anak perempuan.

Setidaknya ada dua versi cerita legenda tentang ikan Sungai Janiah. Versi pertama di kutip dari buku sederhana karangan Ketua Seksi Pariwisata C. Panggulu Basa yang banyak dijual di kedai-kedai kecil di objek wisata Sungai Janiah. Versi kedua menurut tokoh Sungai Janiah, Muchtar Tuanku Sampono.

Versi C. Panggulu Basa

Asal mula ikan yang ada di Sungai Janiah dari penjelmaan anak manusia dan anak jin yang telah dikutuk oleh Tuhan, karena kedua makhluk yang berlainan alam ini telah melanggar janji yang telah mereka sepakati.

Alkisah, penduduk Nagari Tabek Panjang di Kecamatan Baso ini berasal dari puncak gunung Merapi. Karena persediaan air di Gunung Merapi semakin terbatas, maka timbullah ide mencari hunian baru di bawah Gunung Merapi. Maka diutuslah Sutan Basa untuk mencarai lokasi baru itu, Sutan Basa menemukan kawasan yang memiliki Sungai dan air mancur yang sangat jernih. Tapi daerah itu telah ditempati oleh bangsa jin, maka Sutan Basa menyampaikan keinginannya kepada jin tinggal dikawasan itu bersama kelompoknya.

Maka diadakanlah kesepakatan antar kepala suku masing-masing, bahwa boleh tinggal di daerah itu, asalkan kalau anak kemenakan dari Datuak Rajo Nando mamak dari Sutan Basa menebang pohon agar membuang serpihan dan sisa kayu ke arah rebahnya pohon. Kalau kesepakatan ini dilanggar, maka keturunan dari keduanya akan memakan kerak-kerak lumut, tempatnya tidak diudara tidak juga di daratan.

Setelah sepakat tinggallah kaum tersebut di Sungai Janiah. Suatu waktu ada keinginan untuk membangun gedung pertemuan atau balairung untuk tempat berkumpul. Maka ditugasilah oleh Sutan Basa sekelompok irang untuk mencari kayu sebagai tonggak tuo. Maka pergilah mereka ke hutan. Karena begitu senang bercampur lelah, mereka langsung menebang pohon yang mereka nilai cocok, tapi mereka lupa akan janji yang telah disepakati oleh kepala suku. Karena tidak mengindahkan janji tersebut maka hasil tebangan pohon tersebut mengenai anak- anak jin. Kejadian ini membuat marah keluarga jin, mereka menurunkan batu-batu dari Bukit Batanjua yang ada di sekitar sungai tersebut, yang menyebabkan gempa.

Keadaan ini menyebabkan hubungan tidak harmonis antara keduanya. Suatu waktu Datuak Rajo Nando dan istrinya pergi membersihkan ladang tebu mereka dengan meninggalkan anak perempuan mereka berusia 8 bulan. Setelah pulang dari ladang, tidak ditemui anak tersebut. Maka seluruh orang kampung diperintah mencari anak hilang tersebut, sampai larut malam seluruh usaha seakan sia-sia.

Malam hari istri Datuak Rajo Nando bermimpi agar memanggil anaknya di Sungai Janiah dengan cara membawa beras dan padi dan memanggil anaknya seperti memanggil ayam. Esok siang dilakukanlah seperti di mimpinya. Setelah dipanggil datanglah dua ekor ikan yang satu tampak jelas dan yang satu lagi tampak samar. Maka ikan yang tampak jelas itu adalah anak Datuak Rajo Nando dan satunya lagi adalah anak jin. Hal ini terjadi karena keduanya melanggar janji, sehingga termakan sumpah.

Versi Muchtar Tuanku Sampono

Muchtar Tuanku Sampono yang berusia 96 tahun, tokoh masyarakat Sungai Janiah mengatakan, ikan di Sungai Janiah ini tidak “sakti”. Ikan tersebut berasal dari anak yang hilang. Malam harinya ibu anak tersebut bermimpi agar dibuat nasi kunyit (nasi kuning) dan dipanggil anaknya di Sungai Janiah.

“Sejak dulu tidak ada yang berani memakan ikan di Sungai Janiah ini, karena mereka enggan saja karena sepertinya memakan manusianya saja, bahkan Belanda dan Jepang tidak berani menjamah ikan ini,”

Menurut Tuanku Sampono tidak ada yang tahu jenis dan nama ikan tersebut. Ikan seperti ikan ‘gariang’, namun kata orang Jambi ikan ini sejenis ikan Kalari. Seperti yang dikatakan oleh Tuanku Sampono ikan-ikan tersebut sejak dulu tidak terlihat anak-anak ikannya.

Apakah cerita-cerita rakyat itu benar atau tidak? Yang jelas legenda Sungai Janiah mendatangkan berkah bagi penduduk sekitar dengan banyaknya orang berkunjung setiap hari.




Tidak ada komentar:

Warta Loka | Seribu Satu Catatan Dalam Dunia Penuh Warna
© All Rights Reserved | Best View With Mozilla Firefox