Kiai Walik dianggap paling dekat di hati rakyat. Figur pemimpin yang merakyat, disukai sekaligus disegani pada zamannya. Namun ketiga tokoh itu menjalin hubungan yang erat. Kiai Walik tinggal di kawasan Wonosobo. Konon, sebelum meninggal dunia pada hari Kamis, Kiai Walik mengatakan bahwa di tempat ditumbuhi pohon bambu kelak akan menjadi tempat luas. Menggambarkan kewibawaan negara, juga menggambarkan perbuataan buruk manusia. Ternyata ramalan tersebut ada benarnya. Kini di tempat yang ditunjuk Kiai Walik berdiri masjid, alun-alun dan lembaga pemasyarakatan.
Diyakini masyarakat, makam tokoh terkenal itu berada di belakang Masjid Al Manshur Kauman. Sebelumnya tidak diketahui bila di belakang masjid terdapat makam Kiai Walik.
“Dulu hanya dipercaya sebagai pekaringan atau tempat berjemur para wali. Kemudian KH Chabib Lutfi mengatakan kalau pekaringan itu adalah makam Kiai Walik. Itu dikatakan tanggal 27 Juli 1996 lalu,”ujar iImam Masjid Al Manshur KH Haidar Idris.
Banyak versi berkembang di masyarakat soal makam Kiai Walik. Ada yang mengatakan makam Kiai Walik berada di dalam penjara kompleks lembaga pemasyarakatan.
Karena dulu meninggal sewaktu ditahan kolonial Belanda. Ditambahkan KH Chabib, banyak versi mengenai keberadaan Kiai Walik ini.
“Pernah ada orang dari Kasunanan Surakarta datang ke masjid ini untuk salat. Dia cerita kalau mencari makam Kiai Wonosobo. Diceritakan kalau di belakang masjid ada makam kuno. Dia lalu berziarah. Katanya, yang dimakamkan tersebut adalah Kiai Wonosobo yang dicarinya itu,”tambahnya.
KH Haidar pernah bertanya pada beberapa alim ulama nama sebenarnya dari Kiai Walik itu. Dikatakan seorang ulama tafsir Surabaya Kiai Walik bernama Abdul Kholiq. Sedangkan menurut KH Chabib Lutfi bernama Ustman bin Yahya. Ada juga yang mengatakan Abdul Khaqam. Kiai Walik asli Yaman, datang pertama kali ke Indonesia di Kudus di rumah Sunan Kudus. Setelah 4 tahun di Kota Kretek, ia diajak Sunan Kalijaga berdakwah. Sunan Kalijaga ke Jawa Tengah selatan, sampai di Mataram. Sedangkan Kiai Walik ke Wonosobo. Di situ ia mendirikan masjid yang letaknya di sebelah selatan barat kota. Kini masjid tersebut sudah tidak ditemukan lagi. Para peziarah dulu, tambahnya, banyak yang datang sambil membawa makanan dan membakar kemenyan. Mereka meminta agar ziarah yang dilakukan itu membawa berkah.
Peziarah membaca yasinan dilanjutkan berdoa. Selain dari Wonosobo, para peziarah datang dari luar kota. Mereka meyakini berdoa di makam tersebut akan mendatangkan berkah.
Setelah mengikuti pengajian tiap hari Sabtu di Masjid Al Manshur, masyarakat berziarah ke makam Kiai Walik. Di masjid yang konon tertua di Wonosobo itu memiliki tradisi pengajian tiap hari Sabtu, disebut setonan.
Jamaahnya setiap waktu terus bertambah. Masjid Al Manshur selalu penuh sesak. Dalam satu kesempatan pengajian jamaahnya minimal 1500 orang. Selain itu, Masjid Al Manshur juga menjadi pathokan waktu salat. Banyak orang datang untuk mencocokkan jam. Terdapat bencet atau jam matahari yang menjadi pathokan waktu salat.
Masjid Al Manshur terdiri dari dua ruang besar. Memasuki masjid tampak bangunan kuno dengan tiang-tiang kayu tinggi yang dihiasai ukir-ukiran. Tidak ada kesan mewah, namun memasuki ruangan masjid, terasa adem, sejuk dan nyaman. Di sebelah kanan bangunan utama masjid, berderet ruang-ruang kelas sekolah dan pondok pesantren.
Di halamannya yang luas dibangun lapangan basket. Banyak orang mengakui masuk ke masjid akan terasa dingin, dan tenang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar