Pada zaman dahulu kala disebuah puncak bukit di Napo, berkuasa seorang
raja yang bernama Raja Balinapa. Raja ini sangat aneh, sudah berkuasa
tiga puluh tahun lebih tetapi tidak mau melepaskan tahtanya. Jangankan
kepada orang lain, kepada anaknya sendiri ia tak mau mewariskan
kekuasaan kerajaannya itu.
Ia ingin berkuasa terus sepanjang
masa, padahal semakin hari usianya semakin bertambah. Dan tidak ada
manusia yang abadi. Tiap manusia pada akhirnya pasti akan mati.
Raja
Balinapa selalu berusaha keras menjaga kesehatan badannya, baik dengan
olahraga secara teratur, latihan perang, maupun berburu. Tidak lupa
rajin minum jamu dan obat ramuan tabib terkenal, semua itu dilakukannya
agar dapat berumur panjang.
Karena tidak mau mewariskan
kekuasaanya, maka ia hanya mempunyai anak-anak perempuan. Tiap
permaisurinya melahirkan anak laki-laki ia langsung membunuhnya, agar
nanti tidak dapat merebut kekuasaan kerajaannya.
Tiap kali
Permaisuri hamil ia selalu cemas. Jangan-jangan anaknya laki-laki. Pasti
akan dibunuh suaminya. Maka selalu berharap anak yang dikandungnya
adalah seorang bayi perempuan.
Pada suatu ketika permaisuri
sedang hamil besar, kebetulan pula Raja Balinapa akan berburu ke daerah
Mosso. Maka istrinya dibawa serta karena Raja takut kalau permaisuri
melahirkan anak laki-laki, pasti permaisuri tidak tega membunuhnya.
Sebelum
Raja pergi berburu beliau berpesan kepada Panglima Perang Puang Mosso,
”Jika besok atau lusa saya belum kembali sementara permaisuri melahirkan
anak laki-laki, maka bunuhlah anak itu.”
“Siap Baginda. Segala perintah Baginda pasti hamba kerjakan.” jawab Puang Mosso.
Raja
Balinapa memang cerdik. Kekhawatirannya terbukti. Sehari setelah ia
setelah berangkat berburu, Permaisuri yang tinggal di Mosso melahirkan
bayi laki-laki. Bayi itu memiliki lidah yang berbulu dan berwarna hitam.
Oleh karena itu, Puang Mosso binggung ketika memikirkan bayi yang baru
lahir itu ternyata seorang bayi laki-laki.
“Kalau Raja disini, anak itu pasti disembelih”, katanya dalam hati.
Raja
Balinapa tidak saja mempercayakan Puang Mosso untuk mengawasi
Permaisuri. Ia juga menugaskan anjing terlatih yang menjadi pengawal
raja. Mengetahui Permaisuri melahirkan, anjing pengawal raja yang
bertugas menjaga permaisuri segera menjilati sarung bekas bersalin
Permaisuri, sehingga meninggalkan darah di moncong si anjing.
Selanjutnya anjing tersebut datang menghadap Raja sambil menggonggong
terus memperlihatkan darah di moncongnya. Oleh karena itu, Raja Balinapa
mengerti bahwa permaisurinya sudah melahirkan.
Sementara itu,
Puang Mosso merasa kasihan sekali melihat keadaan bayi laki-laki itu,
bayi itu agak lain daripada bayi-bayi kebanyakan. Lidahnya berbulu dan
berwarna hitam. Ia tak tega untuk menyembelih bayi itu. Ia mencari akal.
Lalu menyembelih seekor kambing dan membuatkan nisan untuk kuburan.
Ketika Raja kembali dari berburu, ia langsung bertanya, ”Apakah Permaisuri sudah melahirkan?”
Dijawab
oleh Puang Mosso, “Permaisuri melahirkan anak laki-laki dan hamba
langsung menyembelihnya sebagaimana pesan Baginda. Marilah hamba
antarkan Baginda untuk melihat kuburan anak itu.”
Raja bersama Puang Mosso berangkat ke kuburan. Raja pun percaya bahwa anak laki-lakinya sudah disembelih.
Benarkah demikian? Kemana sebenarnya anak itu disembunyikan Puang Mosso? Raja Balinapa sama sekali tidak mengetahuinya.
Hari
berganti tahun berlalu. Putra raja itu makin besar, dia sudah pandai
belajar dan mengenal orang. Karena khawatir rahasianya akan diketahui
oleh Raja nantinya, maka Puang Mosso menitipkan putra raja kepada
seseorang yang sedang berlayar ke Pulau Salemo yang jauh dari bukit
Napo.
Setelah di Salemo, anak itu semakin tumbuh menjadi remaja.
Dia senang memanjat. Suatu hari, ketika ia sedang memanjat pohon,
tiba-tiba datang seekor burung Rajawali raksasa yang mencengkeram
pundaknya, lalu membawanya terbang ke tempat yang jauh. Sampai di Gowa,
burung Rajawali menjatuhkan anak itu ditengah sawah. Seorang petani
kebetulan melihatnya saat jatuh dari cengkeraman burung Rajawali. Petani
itu melapor kepada Raja Gowa, “Di tengah sawah kami melihat seorang
anak yang sangat gagah, berbaju merah. Kalau kita tanya anak dari mana,
dia tidak menjawab.”
Begitu Raja Gowa mengamati anak itu, segera
tertarik dan berkata dalam hati, “Hemm, anak ini bukan sembarangan.”
Oleh karena itu dipeliharalah anak tersebut hingga dewasa, diajari
segala macam ilmu keperwiraan sehingga menjadi orang yang kuat, gagah
dan sakti.
Raja Gowa kemudian dan mengangkat orang yang
diterbangkan Rajawali ini menjadi panglima perang. Kalau Raja pergi
berperang, pasukannya selalu menang berkat kesaktian panglimanya.
Keahliannya di medan perang tak tertandingi.
Berita tentang
kesaktian panglimanya terkenal dan tersebar ke berbagai penjuru wilayah.
Sehingga Raja Gowa memberi gelar panglimanya I Manyambungi.
Sementara
itu di bukit Napo, Raja Balinapa yang sebetulnya ayahanda I Manyambungi
telah mati karena diserang oleh Raja Lego yang sakti. Raja ini sangat
berkuasa dan kejam. Ia suka menyembelih orang dan mengganggu rakyat yang
berada di negeri sekitarnya. Untuk mengatasi hal ini, para raja bawahan
dan sekitarnya mulai prihatin dan mengadakan pertemuan. Karena sudah
banyak orang yang dibunuh dan tidak ada yang bisa menekan si Raja Lego
yang sakti tapi kejam tersebut.
Salah seorang diantaranya
berkata, ”Ada berita baik, di Gowa ada seorang panglima perang yang
sangat sakti, barangkali kita dapat minta tolong padanya untuk melawan
Raja Lego.”
Kemudian diutuslah seseorang ke Gowa untuk menemui
panglima I Manyambungi. Akan tetapi I Manyambungi menolak dan berkata,
“Saya akan turut ke Balanipa membantu kalian jika Puang Mosso yang
datang menjemputku. Janji saya ini tidak boleh didengar oleh Raja Gowa,
karena beliau melarangku meninggalkan negeri ini.”
Tiba di Mosso,
utusan bernama Puang Napo itu berkata kepada Puang Mosso, “Pergilah ke
Gowa karena beliau mau kesini kalau Puang Mosso sendiri yang
menjemputnya.” Tiba-tiba Puang Mosso tersentak kaget, heran dan cemas.
Mengapa harus dia yang menjemput I Manyambungi. Ada hubungan apa dan
kepentingan apa Panglima Perang terkenal Gowa itu dengannya? Agar tak
penasaran segera berangkatlah Puang Mosso dengan kapal layar ke Gowa.
Tiba di Gowa beliau menghadap I Manyambungi dengan dada berdebar-debar.
Berkatalah I Manyambungi, “Saya betul-betul akan berangkat ke Balanipa,
karena saya mengingat budi baikmu kepadaku, sewaktu kecil engkaulah yang
menyelamatkan dan memeliharaku.”
Dada Puang Mosso berdebar.
"Jangan-jangan, dialah anak Raja Balinapa yang diselamatkannya dahulu
dan sekarang bernama I Manyambungi," pikirnya antara khawatir dan
gembira. Puang Mosso terus mengamati I Manyambungi dan memohon, “Maafkan
hamba Tuan, coba julurkanlah lidah Tuan.” Ketika lidahnya dijulurkan
dan terlihat lidah itu berwarna hitam dan berbulu, Puang Mosso langsung
berteriak keras sembari memeluk I Manyambungi dan berkata, “Benar,
engkaulah putra Raja Balinapa.”
Tidak lama kemudian, pada waktu
tengah malam berangkatlah mereka meninggalkan negeri Gowa dengan
diam-diam karena jika pamit kepada Raja Gowa pasti takkan direstui
kepergian I Manyambungi ke kampung halamannya.
Setelah sampai,
kapal layar mereka merapat di Tangnga-Tangnga. Mereka lalu menurunkan
semua peralatan perang dan membawanya ke bukit Napo. Itulah sebabnya I
Manyambungi juga dinamakan To Dilaling yang berarti orang yang hijrah
karena ia pindah dari Gowa ke Napo yaitu salah satu daerah Mandar.
Dilaling (orang yang hijrah) karena beliau pindah dari Gowa ke Napo
(salah satu daerah Mandar).
Sementara itu Raja Lego memerintah
kerajaan Napo dengan kejam sekali. Ia berbuat sekehendak hatinya. Kalau
menginginkan harta tidak peduli milik siapa harus diperolehnya, baik
dengan cara halus maupun dengan cara kekerasan. Begitu pula jika ia
ingin kawin, tak peduli wanita yang diinginkan menolak atau menerima,
masih gadis atau sudah bersuami pasti dipaksanya menjadi istrinya.
Akibatnya kebanyakan rakyat menaruh dendam dan sangat membencinya. Maka
ketika I Manyambungi mengajak rakyat berjuang melawan Raja Lego,
ajakannya itu disambut dengan suka cita. Pada hari yang ditentukan
mereka menyerbu istana. Khusus Raja Lego dihadapi oleh I Manyambungi
sendiri. Dalam pertempuran yang sangat dahsyat, Raja Lego akhirnya dapat
dikalahkan oleh I Manyambungi. Raja kejam itu tewas diujung badik I
Manyambungi. Akhirnya, I Menyambungi yang menjadi penerus tahta kerajaan
Balinapa yang kacau-balau pada waktu itu. Pada masa pemerintahan I
Manyambungi negeri tersebut menjadi aman, makmur dan sentosa.
Janganlah
seseorang itu terlalu mementingkan diri sendiri sehingga dapat
merugikan orang lain, seperti yang ditunjukkan oleh Raja Balinapa.
Karena takut diganti, ia rela membunuh anak laki-lakinya.
Kedua,
manusia tidak sepatutnya menyombongkan kekuatan dan kesaktiannya seperti
Raja Lego untuk menindas yang lemah. Karena sesungguhnya tidak ada
manusia yang mau ditindas oleh orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar