Keris Berdiri

Tidak semua keris mempunyai keistimewaan sampai berdiri di samping sarongnya, hanya keris yang berbobot selaras dengan hukum alam secara vertikal dan horisontal yang menampilkan karya adiluhung dari budaya Nusantara. Pembuatannya memilikki perhitungan yang baku mulai dari seleksi bahan (besi, hulu dan jenis warangka), cara meracik, meramu dan menimpa besi berkali-kali dan proses akhir adalah memberikan nama sebagai pelengkap Sang Urip oleh keris tersebut… Sang Empu bukan hanya seorang ahli dalam membuat benda keris, tetapi mempunyai tingkat kerohanian yang sepadan dengan pendeta maupun seorang ilmuwan yang mengetahui rahasia gaib tentang 3 alam sekali pun, yaitu alam atas, alam tengah dan alam bawah.

Sebuah misteri yang belum terpecahkan, bagaimanakah para pendahulu membuat bangunan-bangunan yang monumental termasuk Borobodur, di Magelang Jawa Tengah dan Piramida di Mesir. Di jaman modernisasi masih meraba-raba mengenai teknologi beserta ilmu dan pengetahuan masa lalu.

Banyak missing link dalam ajaran sekaligus menjadi tahayul bagi banyak orang. Perkiraanku, tetap ada ilmiah di balik semua, kemahiran para Empu membuat keris merupakan sebuah misteri bagi khalayak.

Berdirinya keris mengisyaratkan balance of forces – keseimbangan antara kekuatan fisik, metafisika dan fisika, alam nyata dan alam gaib. Sang Empu mengetahui kode-kode rahasia alam yang bisa disalurkan melalui proses pembuatan keris, berupa pamor, dapur, pemilihan besi, hulu dan sebagainya. Kode-kode tersebut menjadi rumusan dalam tahapan pembuatan keris dan telah mencapai perwujudan cipta – karsa – rasa.

Faktor lainnya adalah spatial – time (ruang dan waktu), maksudnya adalah pemilihan tempat kerja dan waktu. Di Bali, mengerjakan karya dan lainnya termasuk perayaan Pura mengacu pada Kalender Hindu Bali. Membuat topeng di Bali, khususnya untuk dijadikan Pusaka Keluarga, pembuat topeng mendalami banyak proses penyucian dan pembersihan bathiniah termasuk ritual permohonan di Pura keluarga untuk menurunkan pewahyuhan dan titah. Berapa kali aktivitas semadi dilakukan di Pura Keluarga agar kekuatan yang mengalir kepada pembuat topeng merupakan restu yang mengarahkan seluruh jiwa dan raga demi kelancaran proses penciptaan.

Membuat Pura atau bangunan suci mengharuskan untuk berkonsultasi kepada Pedanda (Pendeta Hindu) guna mengetahui waktu yang tepat, dari proses awal sampai akhir bangunan itu jadi, ada proses berikutnya lagi yaitu menghidupkannya. Jika ada lokasi atau sebidang tempat yang ditemukan mengandung benang sejarah dan benda artifak, pertimbangan secepatnya adalah membangun palinggihan Pura. Kepercayaan adalah tempat tersebut perlu disucikan sehingga segala penampakan membutuhkan satu kesatuan harmonisasi dengan alam dan jagat lainnya yang memiliki sejarah.

Ada ajaran dari Sang Wiku, Albert Einstein mengenai teori relativitas dan ajaran lainnya termasuk mass, volume, weight. Sebuah keris ada pakemnya, berat, bentuk, besi dan lain-lain yang sekiranya mempunyai angka yang tepat sesuai ilmu pembuatan pedang. Albert Einstein mempunyai teori fisika, tapi Leluhur kita sudah menjadi Albert Einstein jaman dahulu, tidak perlu rumusan yang rumit, tapi hasilnya tidak semua orang bisa menjiplak. Leluhur kita sudah mengetahui kode-kode dan rahasia alam, secara turun-tumurun ada upaya untuk mewariskan ilmu keluhuran tersebut agar tidak punah. Soal waktu saja, budaya masa lalu akan kembali seperti dahulu dengan kesempurnaan pemahaman mengenai guna. Pengertian budaya adalah fungsi, berbeda dengan pelestarian budaya. Indonesia memilikki alam yang begitu indah, dan sudah seharusnya bisa mengembangkan budaya dan mengembalikan alamnya yang sudah mulai surut dan kering.

Misteri ini mempunyai ilmu tersendiri walau di dunia barat baru menunjukkan ilmu anti-gravitasi – mencari pola magnet yang bisa membuat besi terangkat beberapa inci dari dasar; Indonesia sudah memilikki budaya dan ilmu warisan Leluhur mengenai keseimbangan, ujung pedang seukuran diameter rambut dapat menunjukkan ada ilmu di baliknya semua, dan ada ilmiah yang belum terinci dan bisa dijelaskan.

Fenomena keris berdiri secara bersamaan menunjukan idealisme kebersatuan. Bila mana tenaga yang memancar dari beberapa keris terlalu kuat bagi yang lainnya, terjadi perlawanan dan saling menjatuhkan. Namun sebaliknya, jika kekuatan di antara keris mempunyai kesejajaran, penampakan kekuatan saling mendukung yang menciptakan keharmonisan. Jika kita mampu berdiri di atas tanah dengan kebanggaan melalui budaya sendiri, lebih elok dan lebih berarti daripada berbicara tanpa dasar yg akan membuat kita kehilangan akal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar