Petilasan Empu Supo

Mitos bambu rengkol tak bisa dipisahkan dari Mpu Supa. Konon, ia seorang empu yang sangat piawai membuat keris. Mpu ini dikenal juga dengan nama Raden Kosim. Diceritakan Iswandi, tempat tumbuhnya bambu rengkol merupakan tempat kerja Mpu Supa membuat keris. Ia memiliki 2 keris yang sangat terkenal, namanya Nogososro Sabuk Inten dan Dapur Sengkalit. Pada saat membuat keris, cahayanya menyorot jauh tinggi ke langit. Sampai-sampai Bupati Blambangan melihat cahaya itu. Dia mengetahui ada seorang mpu sakti yang tengah membuat keris.

Lalu mengirimkan mata-mata bernama Pakis Cluring untuk menyelidiki Mpu Supa. Sekaligus mencuri keris yang sakti mandraguna itu. Dengan mengikuti sorotan cahaya di langit, Pakis Cluring berhasil sampai di Desa Sedayu. Lalu mencuri keris itu dibawa ke Blambangan.

“Mpu Supa yang merasa kehilangan keris, lalu bertekad mencarinya. Ia menyamar sebagai pengemis. Sampailah ia di Blambangan yang waktu itu ada sayembara membuat kembaran keris Dapur Sengkalit,”kisahnya.

Bupati Blambangan membuka sayembara, barangsiapa mampu membuat kembaran keris Dapur Sengkalit akan mendapatkan bumi separuh semangka. Dan dinikahkan

dengan salah satu putrinya. Mendengar sayembara itu, Mpu Supa bergegas ikut. Meskipun banyak orang meremehkan karena penampilannya seperti pengemis.

Dia diberi kesempatan membuat keris dalam waktu yang dibatasi. Apabila tidak berhasil, kepalanya bakal dipenggal. Mpu Supa lantas dibawa ke kamar, diberi bahan besi dan keris Dapur Sengkalit diserahkan sebagai contoh. Dengan kesaktiannya besi bahan keris dipotong dua. Lalu dalam potongan besi menjadi keris kembar. Sementara keris Dapur Sengkalit yang asli dimasukkan di bawah kulit lengannya.

Keris diserahkan pada Bupati Blambangan. Sesuai janjinya, Bupati Blambangan memberikan tanah dan menikahkannya dengan salah seorang putrinya. Setelah anak lelakinya lahir, diberi nama Supandriya, Mpu Supa kembali ke Wonosobo.

Kini, petilasan Mpu Supa di Desa Sedayu kerap dikunjungi orang. Letaknya tak begitu jauh dengan bambu rengkol. Hanya sekitar 200 meter. Di petilasan tersebut terdapat semacam cungkup atau kijing dengan nisan batu kuna. Berada di bawah pohon beringin besar yang sangat tua.

“Cabang beringin pernah patah menimpa bangunan rumah petilasan. Tapi cungkupnya tidak rusak sama sekali. Hanya genteng dan tembok yang runtuh,”aku Iswandi.

Seperti halnya di bambu rengkol, pengunjung dilarang untuk meminta kekayaan dan nomor buntut. Yang diperbolehkan, permintaan kepintaran, jabatan, pangkat, maupun ilmu. Itupun permohonannya disampaikan pada Tuhan. Dilarang keras meminta pada petilasan maupun bambu rengkol.

Letak dusun ini tak begitu jauh dari Kota Wonosobo. Hanya saja akses jalan masuk ke desa masih berbatu-batu. Warganya kebanyakan petani dan pedagang ternak. Entah karena pengaruh petilasan Mpu Supa atau bukan, menurut Iswandi, masyarakat dusun setempat selalu adem ayem. Tidak pernah terjadi perkelahian, maupun keonaran.

“Sedayu itu berasal dari sida ayem, atau menjadi damai. Sehingga sampai sekarang pun dusun tetap tentram. Tidak pernah terjadi peristiwa yang menghebohkan,”tandasnya.

Bagi peziarah yang datang, setelah mengunjungi petilasan disarankan segera pulang. Tidak perlu singgah di tempat-tempat lain. Dari hari ke hari, pengunjung bertambah banyak. Untuk itu pemerintah kabupaten berencana memperbaiki bangunan petilasan dengan baik. Sehingga cukup memadai apabila digunakan untuk berdoa.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar